Kadang, orang mengira kepemimpinan itu cuma soal duduk di kursi paling tinggi dan memberi perintah. Padahal, Ki Hadjar Dewantara–Bapak Pendidikan Nasional–sudah lama memberi kita pelajaran penting: jadi pemimpin itu bukan cuma bicara, tapi memberi teladan. Bukan sekadar mengarahkan, tapi juga menggerakkan dan menopang.
Beliau mengajarkan tiga posisi yang harus bisa diambil seorang pemimpin. Di depan, pemimpin menunjukkan arah, jadi kompas yang memberi panduan. Ia bukan hanya berkata, “Ke sana,” tapi juga melangkah duluan agar orang yang dipimpin tahu jalannya. Di tengah, ia ada untuk merasakan perjuangan bersama. Pemimpin yang mau berkeringat bersama timnya membuat semua orang merasa satu tujuan, satu perjuangan. Di belakang, ia jadi pendorong yang memastikan tak ada yang tertinggal. Ia membiarkan orang lain bersinar, memberi ruang untuk tumbuh, sambil tetap siap menopang jika mereka goyah.
Prinsip ini sederhana, tapi dalam. Pemimpin sejati paham kapan harus maju ke depan, kapan harus berada di tengah, dan kapan harus mundur ke belakang. Tidak selalu dominan, tapi selalu hadir. Tidak ingin semua sorotan tertuju pada dirinya, tapi memastikan setiap orang merasa berarti.
Baca Juga :
Di zaman sekarang, pesan ini nggak cuma berlaku untuk pejabat atau bos besar. Siapa pun yang punya peran membimbing bisa mempraktikkannya–orang tua yang mendidik anak, guru yang mengarahkan murid, mentor yang mendampingi anak didiknya, atau rekan kerja senior yang membimbing junior. Semua bisa jadi pemimpin dalam lingkupnya masing-masing.
Kepemimpinan yang seperti ini menciptakan rasa percaya. Bukan rasa takut. Membuat orang berani mencoba, bukan takut salah. Membangun rasa kebersamaan, bukan jarak. Karena pada akhirnya, memimpin bukan soal berada di atas semua orang, tapi berjalan bersama mereka, kadang di depan, kadang di tengah, kadang di belakang–tergantung apa yang dibutuhkan.
Seperti kata Ki Hadjar, kepemimpinan itu seni menempatkan diri. Seni untuk menginspirasi, menguatkan, dan mendorong. Dan kalau kita bisa melakukannya, kita bukan cuma memimpin, tapi juga meninggalkan jejak yang akan diikuti dengan sukarela.










