Putusan MK Dinilai Lemah Dasar Hukum, BEM PTMAI Sebut Bisa Timbulkan Kekacauan Regulasi

by

Ahmad Hasan Fatih

Koordinator Presidium Nasional BEM PTMA Indonesia, Yogi Syahputra Alidrus.

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi sorotan setelah mengeluarkan putusan yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil. Kebijakan ini langsung menuai kritik dari Koordinator Presidium Nasional BEM PTMA Seluruh Indonesia, Yogi Syahputra Alidrus.

Ia menilai putusan tersebut sarat kepentingan politik dan tidak sejalan dengan semangat reformasi.

“Putusan MK ini tidak memiliki legitimasi eksekutorial yang jelas dan justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum,” ujar Yogi dalam keterangan resminya, Sabtu (15/11/2025).

Yogi menyebut putusan MK itu sebagai langkah inkonstitusional karena dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Menurutnya, aturan mengenai kedudukan dan fungsi Polri masih berpegang pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ia menganggap keputusan tersebut kontraproduktif terhadap agenda besar reformasi Polri. Terlebih, pemerintah saat ini telah membentuk Tim atau Komisi Percepatan Reformasi Polri guna memperkuat profesionalisme, tata kelola, dan akuntabilitas institusi kepolisian.

“Putusan ini justru seperti mundur dari upaya memperbaiki institusi Polri,” tegasnya.

Yogi juga mengingatkan bahwa Polri adalah institusi sipil bersenjata yang sejak reformasi 1998 telah menjalankan fungsi keamanan, pelayanan publik, hingga penegakan hukum.

Menurutnya, dinamika keamanan dan pelayanan publik dewasa ini membutuhkan pemahaman birokrasi yang kuat. Karena itu, ia menilai kehadiran anggota Polri dalam jabatan sipil sebenarnya dapat memperkuat tata kelola pemerintahan.

“Pembatasan ini bukan hanya tidak relevan, tetapi juga kontraproduktif dengan kebutuhan negara. Polri yang memahami birokrasi pemerintahan seharusnya dapat berperan di jabatan sipil untuk menjawab tantangan sosial-politik dan keamanan yang semakin kompleks,” jelasnya.

Yogi menambahkan, putusan MK tersebut berpotensi menghambat upaya modernisasi pemerintahan. Ia bahkan menyebutnya sebagai bentuk kemunduran demokrasi, terutama di tengah kebutuhan kolaborasi lintas sektor antara aparatur sipil dan aparat keamanan.

Atas dasar itu, BEM PTMA Indonesia mendesak agar putusan MK dikaji ulang. Pemerintah juga diminta tetap fokus pada agenda reformasi Polri sebagai bagian dari penguatan tata kelola keamanan dan pelayanan publik di Indonesia. (Ahaf)

Ahmad Hasan Fatih

Ahmad Hasan Fatih